Pengertian
Filsafat
Pengertian
filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan antara satu ahli
filsafat dan ahli filsafat lainnya
selalu berbeda serta hampir sama banyaknya
dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi yakni secara etimologi
dan terminologi.
a.
Filsafat
secara etimologi
Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal denga istilah Falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan istilah Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijasanaan (wisdom) sehingga secara etimologis istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582−486 SM). Arti filsafat pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan filsuf lainnya.
Kata filsafat dalam bahasa Arab dikenal denga istilah Falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal istilah Phylosophy serta dalam bahasa Yunani dengan istilah Philosophia. Kata Philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijasanaan (wisdom) sehingga secara etimologis istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (582−486 SM). Arti filsafat pada waktu itu, kemudian filsafat itu diperjelas seperti yang banyak dipakai sekarang ini dan juga digunakan oleh Socrates (470−390 SM) dan filsuf lainnya.
b.
Filsafat
secara terminology Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah
filsafat. Hal ini disebabkan batasan dari filsafat itu sendiri banyak maka
sebagai gambaran diperkenalkan beberapa batasan sebagai berikut.
1) Plato,
berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai
pengetahuan tentang kebenaran yang asli karena kebenaran itu mutlak di tangan
Tuhan.
2) Aristoles,
berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran
yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, dan
estetika.
Dijadikan
dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Filsafat tidak hanya berhenti
pada kulit-kulitnya (periferis) saja, tetapi sampai menembus ke
kedalamannya (hakikat).
c.
Spekulatif,
artinya hasil pemikiran yang diperoleh dijadikan dasar bagi pemikiran
selanjutnya. Hasil pemikiran berfilsafat selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk
menelusuri bidang-bidang pengetahuan yang baru. Namun demikian, tidaklah
berarti hasil pemikiran kefilsafatan tersebut meragukan kebenarannya karena
tidak pernah tuntas. Ciri-ciri berpikir secara kefilsafatan menurut Ali
Mudhofir sebagai berikut.
a.
Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal. Radikal berasal dari
bahasa Yunani, Radix artinya akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir
sampai ke akar-akarnya, berpikir sampai pada hakikat, esensi, atau sampai ke
substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha
untuk menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala
pengetahuan indrawi.
b.
Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum). Berpikir
secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang
bersifat umum, dalam arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial. Filsafat
bersangkutan dengan pengalaman umum dari umat manusia. Dengan jalan penelusuran
yang radikal itu filsafat berusaha sampai pada berbagai kesimpulan yang
universal (umum).
c.
Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual. Konsep di sini
adalah hasil generalisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta prosesproses individual.
Dengan ciri yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan melampaui batas
pengalaman hidup sehari-hari.
d.
Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten. Koheren
artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten artinya tidak
mengandung kontradiksi. e. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik.
Sistematik berasal dari kata sistem. Sistem di sini adalah kebulatan dari
sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai
sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu.
Dalam
mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah. Pendapatpendapat yang merupakan
uraian kefilsafatan harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung
adanya maksud atau tujuan tertentu.
f. Berpikir secara
kefilsafatan dicirikan secara komprehensif. Komprehensif adalah mencakup
secara menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan. Berpikir secara kefilsafatan
berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan. g. Berpikir secara
kefilsafatan dicirikan secara bebas. Sampai batas-batas yang luas maka
setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang
bebas. Bebas dari segala prasangka sosial, historis, kultural, ataupun
religius. h. Berpikir secara kefilsafatan dicirikan dengan pemikiran yang bertanggung
jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sambil
bertanggung jawab. Pertanggungjawaban yang pertama adalah terhadap hati
nuraninya sendiri. Di sini tampaklah hubungan antara kebebasan berpikir dalam
filsafat dan etika yang melandasinya. Fase berikutnya adalah cara bagaimana ia
merumuskan berbagai pemikirannya agar dapat dikomunikasikan pada orang lain.
Pengertian
Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa
Arab “alima” dan berarti pengetahuan. Pemakaian
kata ini dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan istilah “science”. Science berasal
dari bahasa Latin: Scio, Scire yang juga berarti pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan. Namun,
ada berbagai macam pengetahuan.
Dengan “pengetahuan ilmu” dimaksud pengetahuan yang
pasti, eksak, dan betulbetul terorganisir.
Jadi, pengetahuan yang berasaskan kenyataan dan tersusun baik. Apa isi pengetahuan ilmu itu?
Ilmu mengandung tiga kategori, yaitu hipotesis,
teori, dan dalil hukum.
Ilmu itu haruslah
sistematis dan berdasarkan metodologi, ia berusaha mencapai generalisasi. Dalam
kajian ilmiah, kalau data yang baru terkumpul sedikit atau belum cukup, ilmuwan membina hipotesis.
Hipotesis ialah dugaan pikiran
berdasarkan sejumlah data. Hipotesis memberi arah pada penelitian dalam menghimpun data. Data yang cukup
sebagai hasil penelitian dihadapkan pada hipotesis.
Apabila data itu mensahihkan (valid)/menerima hipotesis, hipotesis menjadi tesis atau hipotesis
menjadi teori. Jika teori mencapai generalisasi yang
umum, menjadi dalil ia dan bila teori memastikan
hubungan sebab-akibat yang serba tetap, ia akan menjadi hukum. Berikut ini
macam-macam jenis ilmu.
1. Ilmu praktis, ia tidak hanya sampai kepada hukum
umum atau abstraksi, tidak hanya terhenti pada suatu teori, tetapi juga menuju
kepada dunia kenyataan. Ia mempelajari hubungan sebab-akibat untuk diterapkan
dalam alam kenyataan.
2. Ilmu praktis normatif, ia memberi ukuran-ukuran
(kriterium) dan normanorma.
3. Ilmu proktis positif, ia memberikan ukuran atau
norma yang lebih khusus daripada ilmu praktis normatif. Norma yang dikaji ialah
bagaimana membuat sesuatu atau tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai
hasil tertentu.
4. Ilmu spekulatif ideografis, yang tujuannya
mengkaji kebenaran objek dalam wujud nyata dalam ruang dan waktu tertentu.
5. Ilmu spekulatif nomotetis, bertujuan mendapatkan
hukum umum atau generalisasi substantif.
6. Ilmu spekulatif teoretis, bertujuan memahami
kausalitas. Tujuannya memperoleh kebenaran dari keadaan atau peristiwa
tertentu.
Pengertian
Pengetahuan
Secara etimologis pengetahuan
berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu “knowledge”. Dalam encyclopedia
of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang
benar. Sementara secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang
pengetahuan. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui
atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal,
sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi
pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia
untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa
pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia
secara langsung dari kesadarannya sendiri. Orang pragmatis, terutama John Dewey
tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth).
Jadi, pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar
adalah kontradiksi.
1.
Jenis
pengetahuan
Beranjak
dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan maka di
dalam kehidupan manusia dapat memiliki pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin
Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat.
Pertama, pengetahuan biasa, yakni
pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense,
sering diartikan dengan Good sense karenaseseorang memiliki sesuatu
dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu merah
karena memang itu merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan sebagainya.
Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu
sebagai terjemahan dari science yang pada prinsipnya merupakan usaha
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu
pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti menggunakan
berbagai metode. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective
thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia
faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui
observasi, eksperimen, dan klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan
menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral dalam arti
tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian karena dimulai dengan
fakta.
Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni
pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang kontemplatif dan spekulatif.
Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian
tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit,
filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya
memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya
kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar kembali.
Keempat, pengetahuan agama, yaitu
pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan
agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluknya.
2.
Perbedaan
pengetahuan dengan ilmu
Dari
sejumlah pengertian yang ada, sering ditemukan kerancuan antara pengertian
pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti,
bahkan ilmu dan pengetahuan terkadang dirangkum menjadi kata majemuk yang
mengandung arti sendiri. Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai karangan
yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Namun, jika kedua kata ini berdiri
sendiri akan tampak perbedaan antara keduanya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan, ilmu adalah pengetahuan.
Dari asal katanya, kita dapat ketahui bahwa pengetahuan diambil dari kata dalam
bahasa inggris yaitu knowledge, sedangkan ilmu diambil dari kata science
dan peralihan dari kata arab alima (ilm). Untuk memperjelas
pemahaman kita perlu juga dibedakan antara pengetahuan yang sifatnya pra ilmiah
dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan yang bersifat pra ilmiah ialah pengetahuan
yang belum memenuhi syarat-syarat ilmiah pada umumnya. Sebaliknya, pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah. Pengetahuan
pertama disebut sebagai pengetahuan biasa dan pengetahuan kedua disebut
pengetahuan ilmiah. Adapun syarat-syarat yang dimiliki oleh pengetahuan ilmiah
adalah:
a.
harus memiliki objek tertentu (objek formal dan materil),
b.
harus bersistem,
c.
memiliki metode tertentu, dan
d.
sifatnya umum.
Dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya pengetahuan berbeda dengan ilmu. Perbedaan itu
terlihat dari sifat sistematisnya dan cara memperolehnya. Dalam
perkembangannya, pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti
material keduanya mempunyai perbedaan.
Sumber: Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu (2016). Bogor: PT Penerbit IPB Press
Sumber: Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu (2016). Bogor: PT Penerbit IPB Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar