Tuhan
Yang Maha Esa
Menurut Ibn
Taimiyah Ilah (Tuhan) adalah yang dipuja penuh kecintaan hati, tunduk
kepadanya, merendahkan diri dihadapan-nya, takut dan mengharapkannya, kepadanya
tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan bertawakkal
kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan diri padanya, dan
menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta padanya.
Menurut Anwa Harjono
ada tiga macam hukum petunjuk Al-Qur’an, yakni :
1.
Hukum yang mengatur alam semesta
seluruhnya yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan Tuhan, yang menjadi inti
tauhid rububiyah.
2.
Hukum yang mengatur masyarakat manusia
untuk menyembah hanya kepada Allah, serta taat dan patut kepada syariat-Nya,
dengan atau tanpa persetujuan manusia. Inilah yang menjadi inti tauhid
uluhiyah.
3.
Hukum yang dibuat manusia dan berlaku
untuk (mengatur) masyarakat manusia sendiri berdasarkan musyawarah sesuai
maqoshid syariah. Inilah yang menjadi inti tauhid mulkiyah.
Visi
Kemakmuran Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah merupakan sebuah
pandangan umum tentang realitas, kebenaran, ruang, waktu, dunia dan sejarah. Tauhid rububiyah menjadi landasan
kosmologi Islam dan menciptakan prinsip-prinsip berikut.
Pertama, Dualitas. Realitas meliputi
dua kategori umum yaitu Tuhan (Pencipta) dan bukan-tuhan (ciptaan). Realitas
pertama mempunyai satu anggota yaitu Allah yang bersifat mutlak dan Maha Kuasa.
Sedangkan realitas kedua berupa tatanan
ruang dan waktu, pengalaman dan proses penciptaan, dan semesta, yang
sepenuhnya tunduk pada ketentuan Tuhan.
Kedua, Ideasionalitas.
Hubungan
antara dua struktur realitas pada dasarnya bersifat ideasional. Dasar pikirnya
bahwa manusia memiliki kemampuan berpikir: potensi untuk memahami kehendak
Tuhan baik secara langsung melalui pemahaman terhadap kehendak yang tersurat
dalam firman-Nya maupun secara tidak langsung lewat pengamatan terhadap
ciptaan-Nya.
Ketiga, Teleologis.
Hakikat
kosmos bersifat teleologis, yakni bertujuan, terencana, atau didasarkan pada
maksud-maksud tertentu Sang Pencipta.
Misi
Pembebasan Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah
berintikan pada penegasan atas keesaan Allah dalam Dzat-Nya, terutama dalam aktivitas
ibadah, doa, nadzar, kokrban, berharap (raja’), takut (khauf),
dan tawakkal. Tauhid uluhiyah merupakan landasan horison teologi
Islam yang monotheistik.
Wahdaniyah dalam
ibadah ini menuntut dua hal: Pertama: Tidak
menyembah dan meminta pertolongan selain kepada Allah, dan tidak mengakui
ketuhanan selain Allah.
Kedua: Menyembah Allah berdasarkan apa yang telah disyariatkan-Nya melalui teladan Rasulullah Saw.
Kedua: Menyembah Allah berdasarkan apa yang telah disyariatkan-Nya melalui teladan Rasulullah Saw.
Nabi/rasul terdiri dari manusia jenis pria, ma’shum (tidak pernah berbuat dosa),
dengan misi menyampaikan ajaran tauhid, dengan menggunakan bahasa kaumnya, dan
wajib dipatuhi oleh ummatnya. Kita pantas mempercayai dan patuh kepada para
nabi dan rasul, karena dalam diri mereka memiliki sifat wajib: shiddiq (benar), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan
ajaran), dan fathanah (cerdas).
Horison tauhid uluhiah membebaskan masyarakat manusia
dari kultus individu terhadap Nabi, Rahib, dan lain-lain. Lebih lanjut tauhid
uluhiah menjadi landasan perlawanan terhadap segala bentuk perbudakan manusia
(mustakbirin) terhadap manusia lainnya. Semua orang sama kedudukannya di
hadapan Allah, sama di depan hukum, wajib berhukum dengan hukum Allah, dan taat
dengan kontrak sosial yang disusun dan disepakati bersama.
Pada umumnya menusia tergoda dalam lembah syirik, karena menyangka bahwa Jin,
Iblis, atau setan dapat “mencuri” dan berbagi informasi mengenai “misteri”
peristiwa ghaib.
Peradaban
Tauhid Mulkiyah
Tauhid mulkiyah berintikan
pada ke-Esaan Allah dalam kekuasaan dan hukumnya. Seorang yang beriman bertekad
untuk senantiasa menyelaraskan segala gerak langkah dan keinginanya sesuai
dengan kehendak Allah sebagaimana termaktub dalam kitab suci, al-Qur’an. Ia
juga berjanji untuk berhukum dengan hukum Allah, sebagaimana termaktub dalam
al-Qur’an. Lebih lanjut dari kesadaran ini adalah usaha sungguh-sungguh untuk
menegakkan syari’at Allah di muka bumi dalam rangka mewujudkan keadilan sosial dalam
kemakmuran universal.
Tauhid mulkiyah merupakan
landasan pembentukan tatanan sosial [masyarakat] Islam. Dalam tatanan sosial
Islam, syri’at Islam tetap harus tegak walaupun tanpa Negara. Meskipun disadari
bahwa Negara diperlukan dalam menegakkan syari’at. Misalnya, kewajiban zakat
tetap berlaku dan harus ditunaikan oleh seorang muslim yang kaya walaupun tidak ada “Negara Islam” dengan
perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
Sumber : Fadlullah. Pembelajaran Transformatif PAI (2015). Jakarta: Hartomo Media Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar