Selasa, 20 Desember 2016

Kebudayaan Menurut Metode Etnografi


Kebudayaan merujuk pada pengetahuan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. Dengan membatasi definisi kebudayaan sebagai pengetahuan yang dimiliki bersama, kita tidak menghilangkan perhatian kita pada tingkah laku, adat, objek, atau emosi. Kita sekedar mengubah dari penekanan pada berbagai fenomena menjadi penekanan pada makna berbagai fenomena. Etnografer mengalami tingkah laku, tetapi lebih dari itu dia menyelidiki makna tingkah laku itu. Etnografer melihat berbagai artefak dan objek alam, tetapi  lebih dari itu dia juga menyelidiki makna yang diberikan oleh orang-orang terhadap berbagai objek itu. Etnografer mengamati dan mencatat berbagai kondisi emosional, tetapi lebih dari itu, dia juga menyelidiki makna rasa takut, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain.
Konsep kebudayaan ini (sebagai suatu sistem simbol yang mempunyai makna) banyak memiliki persamaan dengan pandangan interaksionalisme simbolik, suatu teori yang berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dalam kaitannya dengan makna. Interaksionisme simbolik berakar dari karya-karya ahli sosiologi seperti Cooley, Mead, dan Thomas. Herbert Blumer, misalnya, mengidentifikasikan tiga premis sebagai landasan teori ini.

  • Premis pertama, "manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal itu kepada mereka". Para anggota polisi dan kerumunan orang pada contoh sebelumnya berinteraksi atas dasar makna yang terkandung dalam berbagai hal bagi mereka. Lokasi geografis, tipe orang, mobil polisi, gerakan polisi, tingkah laku wanita yang sedang sakit, dan berbagai aktivitas para penonton, semua merupakan simbol yang mempunyai makna khusus. Orang tidak bertindak terhadap berbagai hal ini, tetapi terhadap makna yang dikandungnya. 
  • Premis kedua yang mendasari interaksionisme simbolik adalah, bahwa "makna berbagai hal itu berasal dari, atau muncul dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain". Kebudayaan sebagai suatu sistem makna yang dimiliki bersama, dipelajari, diperbaiki, dipertahankan, dan didefinisikan dalam konteks orang yang berinteraksi. 
  • Premis ketiga dari interaksionisme simbolik dalah, bahwa "makna ditangani atau dimodifikasi melalui suatu proses penafsiran yang digunakan orang dalam kaitannya dengan berbagai hal yang dihadapi orang tersebut". baik kerumunan orang maupun para anggota polisi bukanlah robot yang dikendalikan oleh kebudayaan mereka untuk bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Namun, mereka menggunakan kebudayaan untuk menginterpretasikan situasi itu. Pada suatu saat, seorang anggota kerumunan itu sangat mungkin menginterpretasikan tingkah laku anggota polisi dengan cara yang agak berbeda sehingga   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar